“Setiap warga negara berhak atas pekerjaan serta penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, maka adalah kewajiban negara untuk menjamin serta melindungi setiap warga negaranya dalam berbagai aspek kehidupan dan berbagai bidang pekerjaan termasuk PRT”
Tanggal 15 Februari diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga (PRT), yang mana dalam peringatan ini PRT melakukan aksi solidaritas menuntut jaminan atas hak-hak mereka serta perlindungan hukum terkait dengan keberadaannya. Banyak yang tidak menyadari bahwa keberadaan PRT ini sangat dibutuhkan, karena dengan keberadaan PRT banyak peluang bagi anggota rumah tangga menjalankan berbagai jenis aktivitas di ruang publik dan di segala sektor, karena tugas-tugas domestik digantikan oleh Pekerja Rumah Tangga. Meski kehadiran PRT sangat dibutuhkan, namun apresiasi atas kontribusinya sebagai pekerja sangat rendah. Hal ini sangat ironis, mengingat kontribusi ekonomi yang diberikan oleh PRT sangat besar.
Tempat kerja PRT yang masih “dibatasi tembok yang sangat tinggi” sehingga tidak terlihat oleh dunia luar, PRT yang berasal dari keluarga yang miskin dan tidak berpendidikan, keberadaan PRT yang tidak dianggap sebagai pekerja, membuat PRT sangat rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi. Kekerasan yang dialami oleh PRT pun sering kali tidak terungkap, bahkan yang paling mengenaskan kekerasan baru terungkap setelah seorang PRT meninggal. Kekerasan seperti ini tidak hanya menimpa PRT di luar negeri tetapi juga dialami oleh banyak PRT di dalam negeri (Indonesia. Disamping kekerasan fisik, psikis serta seksual yang dialami PRT juga terjadi persoalan eksploitasi kerja keseharian yang dihadapi PRT, seperti : upah yang tidak memadai dan sering ingkar janji, beban kerja dan jam kerja yang over dosis, fasilitas makan yang tidak layak serta tidak jaminan sosial. Maraknya kekerasan yang menimpa PRT ini tidak terlepas dari ketiadaan perlindungan hukum terhadap PRT serta kondisi pekerjaan mereka yang tidak memiliki standar yang jelas.
Dalam aturan hukum Indonesia, PRT saat ini belum mendapatkan perlindungan setara, hal itu, bila mengacu pada UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi Undang-Undang ini hanya mengakomodir pekerja di sektor formal (pekerja- pengusaha-bisnis) dan tidak menyertakan rumah tangga dan PRT di dalamnya
Pada tahun 2004, UU PKDRT No. 23 tahun 2004 yakni tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disahkan. Secara khusus PRT dimasukkan di dalam undang-undang tersebut sebagai korban yang potensial mendapatkan kekerasan. Namun demikian, PRT tetap membutuhkan perlindungan hukum secara khusus, mengingat kompleksitas masalah PRT.
untuk itu perlu ada Undang-Undang yang secara khusus menjadi payung hukum bagi perlindungan PRT serta mengakomodir berbagai aspek kompleksitas PRT didalamnya.
Aku hanyalah Aku aku hanya ingin sharing tentang perempuan, anak dan berbagai issue yang selama ini mencabik-cabik hati kita, melukai nurani kita dan memecah persaudaraan dan persahabatan kita. aku hanya ingin bicara tentang kita.. tentang kepedulian kita…. pada jiwa, rasa dan pelajaran hidup kita. mari kita sharing, berbagi dan bersuara, berjuang untuk damai kita.
Keep on Shinning
- Geneveiva
- Denpasar, Bali, Indonesia
- Curious, Cheerfull, easy going, I do what I like and I like what I do
Jumat, Februari 27, 2009
Langganan:
Postingan (Atom)